Kamis, 24 April 2014

Patologi dalam Kebidanan



Infeksi Nifas: Sepsis Puerpuralis

A.  Pengertian Sepsis Puerpuralis
Sepsis / infeki puerpuralis adalah infeksi luka jalan lahir pascapersalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi placenta (Sofie, 2004).
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toxic lain didalam darah atau jaringan tubuh. Dalam hal ini sepsis adalah suatu peradangan yang terjadi sistemik atau biasa disebut Systemic Inflamation Respon Syndrom ( SIRS) berikut adalah criteria dari SIRS:
1.   Suhu >380C atau <36 C.
2.  Denyut jantung >90 x permenit.
3.  Respirasi lebih dari 20 /menit atau PaCO2 < 32mmHg.
4.  Hitung leukosit >12.000/mm2 atau 10% sel imatur (band).
5.  Nyeri pelvik.
6.  Rabas vagina yang abnormal.
7.  Rabas vagina berbau busuk.
8.  Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.
(WHO Safe motherhood, 2002)

B.  Epidemiologi
Secara keseluruhan  angka insiden dan prevalensi infeksi postpartum di Amerika Serikat adalah kurang. Dalam sebuah studi oleh Yokoe et al pada tahun 2001, 5,5%  persalinan vagina dan 7,4% dari persalinan sesar mengakibatkan infeksi postpartum. Tingkat infeksi postpartum secara keseluruhan adalah 6,0%. Endometritis menyumbang hampir setengah dari infeksi pada pasien setelah persalinan sesar (3,4% dari persalinan sesar). Mastitis dan infeksi saluran kencing bersama-sama menyumbang 5% dari persalinan vagina.
Dalam review paling mutakhir, angka kematian ibu yang berhubungan dengan infeksi postpartum berkisar dari 4-8%, atau sekitar 0,6 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Sebuah surveilans mortalitas yang berhubungan dengan kehamilan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit infeksi ditunjukkan tersebut adalah sekitar 11,6% dari semua kematian berikut kehamilan yang menghasilkan kelahiran hidup, lahir mati , atau ektopik. Risiko infeksi saluran kemih postpartum meningkat dalam African American, Native American, dan populasi Hispanik.

C.  Etiologi
Dalam obstetri modern, sepsis puerperalis yang gawat jarang terjadi, pernah dilaporkan epidemi yang disebabkan grup A streptoccocus hemolitikus. Infeksi nifas pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang pada keadaan normal berada pada usus atau jalan lahir. Gorback mendapatkan dari 70% biakan cervix normal dapat pula ditemukan bakteri aerob dan anaerob yang patogen. Walaupun dari cerviks dan jalan lahir ditemukan kuman-kuman tersebut cavum uteri adalah steril sebelum ketuban pecah. Kuman anaerob adalah coccus gram positif (Peptostreptococus, Peptococus, Bakteriodes, dan Clostridium). Kuman aerob adalah bermacam gram positif dan E.colli.
Selain itu infeksi nifas dapat disebabkan oleh:
1.   Streptococcus Hemoliticus Aerobicus. Streptococcus ini merupakan sebab infeksi yang berat khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen ( dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2.  Stapylococcus Aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas walaupun kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi umum. Stafilococcus banyak ditemukan di Rumah Sakit dan dalam tenggorokan orang yang terlihat sehat.
3.  E.Coli, kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing dan rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas dalam perineum, uvula, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4.  Clostridium Welchii, infeksi dengan kuman ini yang bersifat anaerobik jarang ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya, infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.

Table Bacteria Commonly Responsible for Female Genital Infections
Aerobes 
  Group A, B, and D streptococci
  Enterococcus
  Gram-negative bacteria—Escherichia coli, Klebsiella, and Proteus species 
  Staphylococcus aureus 
  Staphylococcus epidermidis 
  Gardnerella vaginalis 
Anaerobes 
  Peptococcus species 
  Peptostreptococcus species 
  Bacteroides fragilis group 
  Prevotella species 
  Clostridium species 
  Fusobacterium species 
  Mobiluncus species 
Other 
  Mycoplasma species 
  Chlamydia trachomatis 
  Neisseria gonorrhoeae 

Sumber : Puerperal Infection dalam Williams Obstetrics twenty-second edition

D.  Patofisiologi
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
1.   Tangan pemeriksa atau penolong yang memakai sarung tangan pada pemeriksaan dalam membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina kedalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan dan alat-alat lain yang dimasukkan dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2.  Droplet Infecsion. Sarung tangan dan alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu-pembantunya. Oleh karena itu mulut dan hidung petugas yang bekerja dalam kamar bersalin harus ditutup dengan masker, dan penderita infeksi saluran nafas dilarang masuk kamar bersalin.
3.  Dalam Rumah Sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara keman-mana, antara lain handuk, kain-kain dan alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4.  Koitus pada waktu akhir kehamilan tidak merupakan penyebab penting terjadinya infeksi, kecuali apabila menyebabkan pecahnya ketuban.
5.  Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasa menjadi keruh dan bau.

Sepsis puerpuralis dapat terjadi di masa intrapartum atau post partum. Sebelum kelahiran, membran amniotik dan membran korionik dapat terinfeksi jika ketuban pecah (ruptur membran) terjadi berjam-jam sebelum persalinan di mulai. Bakteri kemudian mempunyai cukup waktu untuk berjalan ke vagina ke dalam uterus dan menginfeksi membran, plasenta, bayi, dan ibu. Korioamnionitis merupakan suatu maslah yang sangat serius dan dapat membahayakan hidup ibu dan bayinya.
Setelah persalinan, sepsis puerpuralis mungkin terlokalisasi di perinium, vagina, servik, dan uterus. Infeksi pada uterus dapat menyebar dengn cepatsehingga menyebabkan infeksi [pada tuba fallopi atau ovarium, parametritis, peritonitis, dan menyebar ke pembuluh limfe, kemudian akan menyebabkan septikemia jika masuk ke aliran darah. Ini kemudian semakin perumit dengan adanya syok septik dan koagulasi intravaskuler diseminata (disseminated intravaskular coagulation [DIC]) yang dapat menimbulkan masalah pendarahan. Sepsis puerpuralis dengan cepat akan berakibat fatal.
Ibu dimasa post partum (masa nifas) memang rentan terhadap infeksi karena adanya faktor-faktor berikut :
1.   Sisi perlekatan plasenta merupakan tempat yang besar, hangat, gelap, dan basah. Ini memungkinkan bakteri untuk tumbuh dengan sangat cepat. Tepat seperti ini merupakan suatu media yang ideal untuk pembiakan bakteri.
2.  Sisi plasenta memilikipersedian darah yang kaya, dengan pembuluh-pembuluh darah besar yang langsung menuju ke sirkulasi vena utama. Hal ini memungkinkan bakteri disis plasenya untuk bergerak dengan sangat cepat ke dalam aliran darah. Ini deisebut septikemia. Septikemia dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat.
3.  Sisi plasenta tidak jauh dari bagian luar tubuh ibu. Hanya panjang vagina (9-10 cm) yang memisahkan jalan masuk ke uterus dari lingkungan luar. Ini bereti bahwa bakteri yang biasanya hidup di rektum (seperti E. Colli) dapat dengan mudah pindah ke dalam vagina dan kemudian menuju uterus. Disini bakteri menjadi berbahay atau “patogenik” karena menyebabkan infeksi pada sisi plasenta.
4.  Selama kelahiran, area serviks ibu, vagina, atau area perineumnya mungkin robek atau diepisiotomi. Area jaringan yang terluka ini rentan terhadap infeksi, terutama jika teknik steril pada kelahiran tidak digunakan. Infeksi biasanya terlokalisasi, tetapi pada kasus berat infeksi ini dapat menyebar kejaringan bawahnya.

E.  Klasifikasi Infeksi Nifas
Infeksi nifas dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1.   Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, cerviks dan endometrium
a.   Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak
, jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangeluarkan pus.
b.   Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
c.   Servisitis
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d.   Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium
.
2.  Penyebaran dari keempat tempat tersebut melalui vena-vena, pembuluh limfe, dan melalui permukaan endomertium.
a.   Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah
1)  Septikemia dan Piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas. Pada septikemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
b.   Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain
1)  Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan
parametritis( sellulitis pelvika).
2) Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yakni :
a)  Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis.
b)  Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar ligamentum.
c)  Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.
d)  Penyebaran melalui permukaan endometrium

F.   Gambaran Klinis
1.   Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan servik
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan kadang-kadang perih bila kencing. Bilamana getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat suhu sekitar 38° C, dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil.

2.  Endometritis
Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau.
3.  Septikemia dan Piemia
Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160/menit atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. Pada piemia penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Satu cirri khusus pada piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.
4.  Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica.
5.  Sellulitis Pelvika
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
6.  Salpingitis dan ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio-peritonitis.

G.  Diagnosa

Pada penderita dengan infeksi nifas perlu diketahui apakah terbatas pada tempat-tempat masuknya kuman-kuman ke dalam badan atau menjalar keluar tempat. Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar port de entery tampaknya sakit , suhu akan meningkat dengan kadang-kadang disertai mengigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak.
Jika ada fasilitas penderita dengan infeksi nifas hendaknya diambil getah dari vagina sebelah atas untuk pembiakan, dan pada infeksi yang tampaknya berat juga diambil darah untuk maksud yang sama. Usaha ini dilakukan untuk mengetahui penyebab infeksi nifas dan guna memilih antibiotik yang paling tepat untuk pengobatan.


H.  Komplikasi

1.   Sindroma distres pernafasan dewasa.
2.  Koagulasi intravascular diseminata.
3.  Gagal Ginjal akut.
4.  Perdarahan usus.
5.  Gagal hati.
6.  Disfungsi SSP.
7.  Gagal jantung.
8.  Kematian.

I.    Prognosis

Menurut derajatnya septikemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Piemia menyebabkan kematian yang cukup tinggi. Penyakitnya berlangsung lebih lama. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Sedangkan pada abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.

Sumber:
1.   Cunningham F G, MD. 2007.  Puerperal Infection dalam Williams Obstetrics twenty-second edition. The McGraw-Hill Companies.
2.  Sastrawinata, Sulaiman. 2002. Obstetri Patologi. Jakarta:EGC.
3.  WHO Safe motherhood. 2002. Modul Sepsis Puerperalis Materi Pendidikan Kebidanan Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC
4.  Dunser, Martin W. 2012. Recommendations for Sepsis Management in Resource-Limited Settings. Dalam http://search.ebscohost.com/ diakses April 2014.
5.  Darmstadt, Gary L. 2007. Impact of Clean Delivery-kit Use on Newborn Umbilical Cord and Maternal Puerperal Infections in Egypt. Dalam  http://search.ebscohost.com/ diakses April 2014.


###Reproduced with permission of the copyright owner. Further reproduction prohibited without permission###